Ketika anak muda masa sekarang dibandingkan dengan anak muda di masa lalu, kita sering mendengar stereotipe negatif. Generasi yang lebih tua cenderung melabeli generasi muda lebih malas, egois, dan acuh tak acuh. Menurut mereka, anak muda saat ini tidak siap untuk melakukan pengorbanan yang sama seperti yang dilakukan generasi yang lebih tua. Mereka dianggap tidak sekuat orang tua atau kakek-neneknya dulu.
Melansir BBC, pada 2017, taipan properti asal Australia, Tim Gurner, berpendapat bahwa anak muda menghabiskan terlalu banyak uang untuk jajan roti bakar alpukat daripada membeli rumah. Pada 2016, frasa ‘Generasi Keping Salju’ ditambahkan ke Kamus Bahasa Inggris Collin’s yang menggambarkan generasi tahun 1980 hingga 1994 kurang ulet dan lebih rentan tersinggung daripada generasi sebelumnya. Stereotipe malas pun makin kencang saat Gen Z menolak rutinitas kerja pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore.
Baca Juga: Kenapa Karyawan Malas Bekerja di Hari Senin?
Sementara itu, sebuah studi tahun 2010 menunjukkan bahwa sarjana yang lulus tahun 2004-2008 memiliki ketahanan lebih rendah daripada sarjana yang lulus sebelum tahun 1987. Penelitian tahun 2012 pun menyatakan bahwa anak muda lebih mementingkan diri sendiri daripada generasi sebelumnya.
Namun, bagi banyak ahli, penelitian itu tidak menunjukkan generasi yang lebih muda lebih lemah daripada generasi yang lebih tua. Meski begitu, stereotipe malas masih saja melekat pada generasi muda. Berikut alasannya.
1. Perbedaan Persepsi
Generasi yang lebih tua umumnya memandang dunia kerja dengan cara yang berbeda dengan generasi muda. Generasi senior menganggap kerja keras dan dedikasi dalam waktu yang lama sebagai tanda kesuksesan. Sebaliknya, generasi muda mementingkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Jadi, mereka memilih fleksibilitas, kreativitas, dan kenyamanan dalam pekerjaan.
Karena generasi muda suka berpindah-pindah pekerjaan, generasi senior memandang mereka kurang telaten dibandingkan generasi sebelumnya. Padahal, generasi muda hanya mengambil kesempatan yang lebih baik dari pekerjaan sebelumnya.
2. Perbedaan Ekspresi
Persepsi malas bisa terbentuk karena perbedaan cara generasi mengekspresikan masalahnya. Generasi senior diajarkan untuk memendam perasaan mereka, alih-alih mengungkapkannya. Namun, generasi muda justru sebaliknya.
Generasi yang lebih tua pun memandang pengungkapan ini sebagai tanda kelemahan. Mereka jadi cenderung meremehkan karakter generasi muda yang dianggapnya lebih mudah mengeluh.
3. Perkembangan Teknologi dan Digitalisasi
Generasi muda, misalnya Gen Z, tumbuh di era digital dengan akses mudah terhadap teknologi dan media sosial. Hal ini menciptakan kesan mereka mengabaikan pekerjaan karena waktunya dihabiskan di dunia maya. Kesan yang salah ini diartikan sebagai ‘malas bekerja’ oleh generasi seniornya.